Mein Name ist Desti Widyasari. Ich bin 17 Jahre alt. In meiner
Freizeit mache ich Buch lesen. So, mein Hobby's ist Buch lesen. Abends am Wochenende gehe ich am
liebsten Buch Markt. Ich lese Buch in das Haus. Ich lese Buch mit meiner Schwester oder mit meinen Freundinen. Meine Mutter dafür mein hobby.
Senin, 27 Agustus 2018
Pentingnya
Menerapkan Literasi Sejak Usia Dini
Literasi menurut bahasa dapat
diartikan sebagai melek huruf, kemampuan baca tulis, kemelekwancanaan atau
kecapakan dalam membaca dan menulis. Menurut Baynham (1995:9), literasi
berdasarkan konteks penggunaanya yaitu bahwa literasi merupakan integrasi keterampilan
menyimak, berbicara, menulis, membaca dan berpikir kritis. Striping (1992),
mengartikan literasi didasarkan pada kosep dasar literasi sebagai
kemelekwacanaan, sehingga ruang lingkup literasi itu berkisar pada segala upaya
yang dilakukan dalam memahami dan menguasai informasi. Sedangkan arti budaya
literasi sendiri yaitu budaya untuk membiasakan diri membaca dan menulis.
Budaya literasi di Indonesia masih sangat rendah sehingga menjadi persoalan
yang sangat menarik untuk di perbincangkan pada saat ini. Pada era saat ini
buku bukanlah menjadi prioritas utama lagi di kalangan masyarakat. Hal tersebut
terjadi karena para remaja atau masyarakat telah tertelan oleh arus globalisasi,
mereka lebih suka bergelut di media sosial/browsing di internet untuk mencari
hiburan semata dan sekarang pun banyak masyarakat yang lebih mudah menyerap permasalahan
melalui mendengar. Ada pepatah yang mengungkapkan bahwa “buku adalah jendela
dunia”. Apakah pepatah tersebut masih
berlaku di era saat ini yang tekonologi semakin maju dengan pesat dan
masyarakat pun sudah tertelan pada era saat ini?
Sebagian besar masyarakat di
Indonesia, belum menyadari begitu pentingnya tentang arti budaya literasi. Hal
inilah yang menyebabkan rendahnya minat membaca dan menulis masyarakan di
Indonesia sangat rendah. Literasi tidak hanya untuk kalangan masyarakat yang
sekolah di SD, SMP, SMA/SMK dan perguruan tinggi saja tetapi juga untuk seluruh
kalangan masyarakat. Dinegara-negara maju, siswa-siswa di wajibkan untuk
membaca buku. Sedangkan di Indonesia sendiri belum ada kewajiban tentang
siswa-siswi membaca buku.
Kebiasaan individu masyarakat di
Indonesia juga sangat rendah untuk melakukan literasi. Kita bisa lihat dari
orang yang sedang menempuh pendidikan dasar, menengah maupun tinggi saja masih
malas untuk membuka lembaran-lembaran buku. Padahal kebiasaan individu itu
sangat penting untuk meningkatkan budaya literasi. Kebiasaan itu dapat kita
mulai sejak dini, karena minat budaya literasi itu sama saja dengan makan
sayur. Membiasakan literasi lebih baik di lakukan sejak anak berumur 6-12 tahun
karena pada masa tersebut tingkat daya serap anak sangat tinggi dan cepat.
Literasi pun harus di tanamkan sejak dini karena usia 6-12 tahun adalah dimana
pendidikan awal di tanamkan pada diri anak.
Membiasakan literasi pada usia dini itu bukanlah perkara yang mudah, tetapi
sebagai orang tua sudah menjadi sebuah keseharusan untuk menanamkan literasi
sejak dini karena untuk membangun generasi bangsa yang berkualitas untuk
kedepannya. Dalam hal menananmkan kebiasaan untuk literasi dapat di dukung
melalui faktor internal dan eksternal.
Faktor internal tersebut berasal dari dirinya sendiri. Fator internal
meliputi usia, kemampuan membaca dan sikap. Usia termasuk faktor internal dalam
membiasakan literasi karena jika dari sejak dini dibiasakan literasi maka akan
lebih mudah untuk anak tersebut menyukai
literasi. Beda dengan orang yang membiasakan literasi saat mereka sudah
menginjak usia dewasa. Jika membiasakan pada saat usia dewasa itu akan lebih
sulit membuat anak menyukai literasi, karena mereka lebih suka menggunakan
internet.
Sedangkan faktor internal berasal dari luar individu, yang mempengaruhi
faktor internal tersebut yaitu keluarga, lingkungan masyarkat/ sekolah. Di
dalam faktor internal yang sangat berpengaruh yaitu keluarga karena keluaraga
merupakan pendidikan awal pembentukan karakter anak.
Kebiasaan tersebutlah yang dapat menjadi kunci untuk meningkatkan minat
baca anak,. Jadi jika anak sudah dibiasakan untuk membaca sejak dini akan
menjadi mengakar pada diri anak. Jika kebiasaan tersebut sudah mengakar pada
diri anak akan banyak sekali manfaat yang didapatkan seperti terbentuknya
pengetahuan yang luas sehingga cara berfikir akan lebih menyeluruh dan tidak
gampang menyerah dan akan lebih mudah dalam menemukan solusi.
Kesimpulanya dengan gerakan literasi yang dibiasakan sejak usia dini sangat
baik karena dapat menciptakan generasi penerus bangsa yang unggul dan
meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia. Dalam mewujudkan kebiasaan
membaca yang tentunya membutuhkan peran
aktif dari orang tua.
PENILAIAN UNGGAH-UNGGUH
DALAM BUDAYA JAWA
Jawa merupakan salah satu daerah geografis di
Negara Indonesia. masyarakat Indonesia mengenal pulau jawa sendiri terbagi
menjadi tiga yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sebutan nama itu
lahir atas keadaan geografis yang terjadi di pulau jawa. Sebutan Jawa Barat
sendiri muncul karena memang letak Jawa Barat paling barat di pulau yang
memiliki panjang kurang lebih 1000 km ini. Sedangkan nama Jawa Tengah lahir
karena daerahnya berada pada posisi tengah-tengah antara Jawa Barat dan Jawa
Timur. Berikutnya Jawa Timur, julukan Jawa Timur ini diberikan karena posisinya
berada pada ujung timur pulau jawa.
Meski berada pada satu pulau yang sama, antara
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur memiliki perbedaan
mulai dari adat-istiadat, kebudayaan, makanan khas, hingga bahasa.
Secara realita, pulau jawa ini menunjukan ragam
bahasa yang bervariasi. Ada yang berbahasa Baduy, Betawi, Javaindo, Jawa,
Kangean, Cirebon, Madura, Osing, Pecok, Sunda, Tengger, dan Bahasa Indonesia
Peranakan. Dalam daerah Jawa Timur biasanya menggunakan bahasa Jawa tetapi bahasa Jawa yang kasar, berbeda
dengan daerah Jawa Tengah dan sekitarnya yang menggunakan bahasa Jawa halus. Kosa kata setiap bahasa daerah memang berbeda,
namun secara prinsip atau aturan saat berujar sama.
Aturan dalam bertutur (ujaran) biasanya tertata
dalam suatu aturan yang melambangkan nilai kesopanan. KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) menunjukan bahwa kesopanan (sopan santun) memiliki arti sama dengan tata
karma dan tata karma biasa dikenal pula dengan ungggah-ungguh.
Unggah-ungguh sendiri sangat familiar
dikalangan masyarakat pulau jawa khusunya Jawa Tengah. Setidaknya pengaruh
kerajaan yang berada di daerah Jawa Tengah ini memberikan dampaknya. Kalangan
Kerajaan tentu memiliki tata cara sendiri dalam berkomunikasi atau berbahasa.
Tidak sembarangan berujar saat derada di wilayah kompleks kerajaan (keraton).
Hal ini yang memberikan sumbangsih terhadap pola aturan masyarakat, dimana
secara umum masyarakat menjadikan keraton sebagai pedoman falsafah kehidupan.
Unggah-ungguh sendiri menggambarkan perilaku,
adab, tata cara dalam perilaku yang tidak sombong, selalu menghargai orang lain,
bermain perasaan, perasaan halus dan berbagai tingkah laku yang bagus. Hal ini
memberi penegasan bahwa sebetulnya,
antara bahasa dan unggah-ungguh memiliki hubungan yakni sebagai simbol
kesantunan dalam budaya masyarakat jawa. Dengan catatan seperti yang telah
diungkapan di awal tadi, prinsipnya semakin berbahasa halus/santun dan bernada
rendah maka akan semakin memiliki nilai unggah-ungguh yang tinggi pula.
Sebaliknya, semakin berbahasa kasar/sombong dan bernada tinggi maka akan rendah
pula penilaian unggah-ungguh seseorang.
Kesimpulannya dalam masyarakat jawa, sampai saat
ini masih beranggapan bahwa unggah-ungguh dalam budaya jawa sangat penting. Semakin
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang santun dan nada rendah maka akan
semakin tinggi penilaian unggah-ungguh dalam budaya jawa. Sebaliknya, saat
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa kasar dan nada meninggi maka akan
semakin rendah penilaian unggah-ungguh dalam budaya jawa.
Langganan:
Postingan (Atom)